Archive for November, 2008

Obamaphoria, Zionis, dan Krisis Global

Posted in USA with tags , , , , , , , , , , on November 29, 2008 by indonesiaunderground

Dikopi dari eramuslim.com

Amerika telah memilih. Barack Hussein Obama akhirnya terpilih sebagai Presiden AS ke-44, setelah dalam pemilu kemarin mengalahkan kandidat dari Partai Republik, Senator John McCain, dengan cukup telak. Obama merupakan presiden kulit hitam pertama di negeri yang mengklaim sebagai pengawal demokrasi dunia.

Kemenangan Obama disambut dengan sangat meriah tidak saja di dalam negeri, namun nyaris di seluruh dunia. Indonesia sebagai negeri di mana Obama pernah beberapa tahun menikmati masa kecilnya pun tidak ketinggalan tenggelam dalam histeria Obamaphoria. Berbagai acara mendukung dan menyambut Obama digelar, dari yang diadakan di pusat-pusat perbelanjaan, hingga di sekolah dasar daerah Menteng, Jakarta Pusat, di mana Obama pernah sekolah kurang dari dua tahun. Bahkan ada yang sampai menggelar acara doa bersama bagi Obama.

Obamaphoria dianggap sesuatu yang wajar, mengingat dunia sudah sedemikian jenuh dengan kesombongan politik luar negeri AS selama delapan tahun terakhir yang dipimpin George Walker Bush. Banyak kalangan, juga tokoh-tokoh Islam, mengharapkan AS bisa berubah di tangan pemimpin yang baru ini. Bahkan ada tokoh di negeri ini yang menyatakan sikap AS akan bisa lebih bersahabat dengan Indonesia, membantu perekonomian Indonesia, karena Obama pernah tinggal di negeri ini, walau sebentar. Harapan seperti ini boleh-boleh saja, walau cenderung utopis.

Kemenangan aktivis kemanusiaan berusia 47 tahun ini juga sebentar lagi bisa saja disabot oleh elit beberapa partai politik di Indonesia dengan menyatakan, “Barack Obama adalah inspirasi munculnya pemimpin muda, di bawah usia 50 tahun, yang sudah saatnya memimpin Indonesia. Berilah kami kesempatan untuk itu!” Orang-orang seperti ini melupakan pelajaran dasar sosiologi yang mengatakan, “Tidak ada kemenangan atau kenikmatan yang bisa diperoleh tanpa perjuangan.”

Melihat dengan Kritis

Reaksi dunia menyambut kemenangan seorang Obama dimana berbagai harapan besar dialamatkan kepadanya patut dilihat dengan kacamata yang jernih dan adil. Apakah benar seorang Obama akan bisa mengubah sifat politik luar negeri AS yang selama ini sangat menguntungkan gerakan Zionisme Internasional, sangat imperialistik, menjadi sikap politik luar negeri yang lebih berkeadilan dan tidak egois.

Jauh-jauh hari, di awal tahun 2000-an, Ustadz Rahmat Abdullah telah memberi tausiyah terkait kepemimpinan di AS. Beliau yang suka sekali dengan fabel atau perumpamaan dengan kisah-kisah binatang dalam tausiyah-tausiyahnya, menyatakan, “Kita tidak bisa terlalu berharap pada perubahan kepemimpinan di AS. Tidak akan pernah ada seorang calon presiden di negeri tersebut yang bisa tampil tanpa membawa restu dari lobi Yahudi yang sangat dominan di AS. Siapa pun presidennya, bahkan jika seekor monyet yang jadi Presiden AS, maka Amerika Serikat akan tetap seperti itu, tidak akan pernah berubah.”

Adalah fakta yang tidak bisa dibantah jika Obama mendapat dukungan dari lobi Zionis-Yahudi AS. Demikian pula dengan John McCain. Dan Obama pun dalam masa kampanyenya telah berkali-kali menyatakan dirinya akan selalu membela dan mengutamakan Zionis-Israel sampai kapan pun.

“Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,” kata Obama dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60.

Amerika Serikat adalah Israel besar dan Israel adalah Amerika Serikat kecil. Fakta ini sudah diketahui semua pengamat internasional dan dunia akademis. Proses kelahiran negara AS pun sesungguhnya dinisbahkan untuk melayani kepentingan Yahudi Internasional (baca Eramuslim Digest edisi ‘The New Jerusalem: The Secret History of America’). Lobi Yahudi menguasai seluruh sektor vital di AS. Bahkan (alm) Letjend (Pur) ZA. Maulani mencatat jika sejak masa Presiden Bill Clinton, seluruh posisi kunci di Kementerian Luar Negeri AS dipegang oleh Yahudi Radikal laki-laki, di pimpin oleh seorang—satu-satunya—perempuan Yahudi Radikal bernama Madelaine Albright.

Sebab itu, seperti yang telah dikatakan Ust. Rahmat Abdullah, siapa pun presidennya dan sampai kapan pun, AS akan tetap berkiblat dan berkhidmat kepada kepentingan Zionis Internasional. Adalah mustahil mengharapkan AS bisa bersahabat secara murni dengan Dunia Islam. Kenyataannya malah banyak raja dan bangsawan Arab yang menjual Islam untuk bisa bersahabat dengan Zionis AS. Hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa resto McDonald’s yang merupakan salah satu perusahaan donatur terbesar Zionis-Israel (silakan klik http://www.inminds.co.uk) bisa mendirikan gerainya di Tanah Suci Mekkah. Atau mengapa Pangeran Walid dari Saudi bisa menjadi Komisaris dari perusahaan Yahudi bernama City Group.

Euphoria sebagian besar masyarakat dunia, dan tentunya AS, terhadap Obama dengan cepat menghilang menjadi apatisme di hari-hari awal terpilihnya presiden pertama AS berkulit gelap ini. Harapan yang begitu besar akan perubahan, Change, yang menjadi slogan kampanye Obama seketika punah tatkala Obama menunjuk Rahm Emanuel, seorang Zionis-Yahudi Radikal yang memiliki paspor AS dan Israel menjabat sebagai Kepala Staff Gedung Putih.

Kolumnis Nathanel Kapner dalam situs The Real Jew News (10/11) menulis artikel sangat keras terhadap pilihan Obama ini. Tulisannya diberi judul “Mossad Spy to Run The White House”. Dari arsip FBI, Kapner mendapatkan bukti jika Rahm Emanuel yang juga seorang tentara IDF (Israeli Defenses Force) merupakan agen Mossad yang sengjaa diselundupkan ke AS. Benjamin Emanuel, ayah dari Rahm Emanuel, merupakan salah satu tokoh Mossad yang berasal dari kesatuan teroris Irgun, dibawah komando Menachem Begin.

Dalam artikelnya, Kapner mendapatkan arsip FBI dari sejumlah agennya yang antara lain bernama John O’Neil, seorang pejabat FBI bagian Kontra Intelijen. Dalam arsip FBI diketemukan jika Emanuel memang telah lama bercokol di lingkaran elit penguasa Gedung Putih. Dalam masa Bill Clinton, Emanuel inilah yang menjadi penasehat utamanya sekaligus merekrut Monica Lewinsky, seorang Yahudi juga, menjadi agen Mossad dengan nama rahasia ‘Swallow’ untuk merayu dan mendekati Clinton. Kita semua tahu apa yang kemudian terjadi.

Menurut Kapner, dengan naiknya Obama dengan dukungan yang begitu besar dari lobi Zionis Yahudi, sikap politik pemerintah AS tidak akan berubah. “Zionis akan tetap mengontrol Amerika Serikat!” tegasnya. Bahkan dalam banyak artikel kolumnis Barat sendiri, Rahm Emanuel disebut sebagai ‘Rahmbo’, disebabkan sosok Zionis-Yahudi yang satu ini memang sarat dengan catatan kekerasan dan gemar berperang.

Kita semua tentu bisa menebak, dengan seorang Mossad di sampingnya yang mengepalai Gedung Putih, apa yang akan menjadi garis politik dan ekonomi seorang Obama.

Tantangan Pertama

Krisis Keuangan yang tengah mendera AS merupakan ujian pertama bagi Obama. Satu hal yang pasti dilakukan adalah menyelamatkan keuangan AS lewat jalan apa pun yang bisa diambil. Sebab itu, amat mustahil di tengah kesulitan likuiditas yang nyata, Obama akan mengurangi cengkeraman AS atas Irak dan Afghanistan karena di kedua negara tersebut AS telah mendapatkan keuntungan ratusan miliar bahkan bisa jadi triliunan dollar dari sektor migas, militer, kontraktor pembangunan infrastruktur, dan lain-lain.

Amerika merupakan donatur paling utama dalam hal mendukung eksistensi Zionis-Israel di tanah Palestina. Dan Obama sendiri telah berulang-ulang menyatakan akan dengan segenap tenaga dan segenap pikiran untuk melakukan hal apa pun demi menjaga dan melindungi kepentingan Zionis-Israel di dunia. Dalam hal menghadapi krisis keuangan global, adalah sangat logis jika Obama akan mendahulukan kepentingan AS dan juga Israel. Ini juga berarti akan mengorbankan kepentingan negara-negara lain di luar keduanya, apalagi negara terkebelakang seperti Indonesia.

Dengan demikian sudah jelas, slogan ‘Change!’ yang dipakai Obama saat kampanye sebenarnya hanyalah perubahan orang yang akan duduk di kursi kekuasaan AS, yakni dari Bush ke Obama sendiri. Sedang sikap politik dan segalanya tetap tidak berubah-ubah. Obama jelas telah menipu rakyatnya sendiri dan juga menipu dunia. Dalam dunia politik, hal ini adalah sangat biasa. Di Indonesia saja, para politikus juga biasa melakukan hal seperti itu. Semua partai politik ketika berkampanye menyatakan diri sebagai pihak yang paling bersih, paling perduli pada rakyat, paling amanah, namun ketika sudah berkuasa mereka melupakan semuanya. Lima tahun sekali, ritual ‘sunnah Yahudi’ ini terus dilakukan di Indonesia dengan memakan uang rakyat ratusan miliar bahkan hingga triliunan rupiah. Apakah kita akan terus menjadi manusia bodoh? (Tamat/rd)

New World Order Government Conspiracy

Posted in Israel, New World Order, USA with tags , , , , , , on November 29, 2008 by indonesiaunderground

Watch this!!!

“Sun of God” ?

Posted in Religions with tags , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

John F. Kennedy Speech On Secret Societies

Posted in Secret Societies, USA with tags , , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

John F. Kennedy Speech on Secret Societies : watch here

Pesan Khusus Harun Yahya Untuk Indonesia

Posted in Indonesia with tags , , , , , , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

Saduran dari hidayatullah.com

Perselisihan yang sengaja dimunculkan di antara rakyat Indonesia dapat diatasi melalui kegiatan intelektual dan budaya, demikian menurut Harun Yahya

st1\:*{behavior:url(#ieooui) }

Oleh: Harun Yahya

Pemerintahan Indonesia mewakili sebuah negeri Muslim taat yang menghargai Islam dan memahami serta menerapkan nilai-nilai ajaran mulianya. Sungguh jelas bahwa kepala negara Indonesia dan rakyatnya berbagi nilai-nilai kebaikan yang sama dan memiliki penghargaan istimewa terhadap Islam, dan karenanya merupakan bangsa yang terpuji.

Persengketaan dan perpecahan yang secara khusus ditujukan terhadap masyarakat yang menaati dan menghargai Islam adalah buah dari kekacauan, teror dan rasa permusuhan yang sengaja dibuat oleh pola pikir materialis dan Darwinis agar timbul di dalam masyarakat. Sebagaimana yang terjadi di mana pun di dunia ini, kekuatan berpaham Darwinis, Marxis dan ateis ini mengira bahwa mereka dapat mengadu domba saudara-saudari kita sesama Muslim yang tulus di Indonesia agar saling baku hantam melalui perselisihan dan tipu daya. Mereka berupaya menanamkan kemarahan dan kekerasan di antara kaum Muslim dengan menimbulkan persengketaan yang sengaja dibuat.

harunDi sebuah negeri yang dihuni oleh orang-orang saleh yang menghormati Islam, segala bentuk pemberontakan yang sengaja dimunculkan melawan negara yang dipicu akibat pengaruh kekuatan-kekuatan ini beserta pola pikir Darwinis, Marxis dan ateis mereka akan melukai kedua belah pihak dan menyebabkan timbulnya peperangan yang tidak perlu. Untuk menghindari dan menghapuskan hasutan kekuatan Darwinis, materialis ini yang tujuannya adalah merusak persatuan dan kesatuan negara serta memecah belah bangsa mereka melalui separatisme, dan mempertahankan agar kedamaian, kesejahteraan dan keamanan meliputi negeri itu, masyarakat wajib dididik untuk memerangi pola pikir Darwinisme, materialisme, Marxisme dan Leninisme, ateisme, Zionisme ateis, Freemasonry dan imperialisme. Pendidikan intelektual dan budaya seperti itu sama sekali tidak bisa diabaikan.

Itulah mengapa sedemikian penting untuk mendorong rakyat Indonesia menyebarkan nilai-nilai ajaran yang baik dan mengembangkan kegiatan-kegiatan bersifat budaya dalam rangka menghapus makar Darwinis dan ateis terhadap negeri-negeri Muslim. Caranya bisa memanfaatkan sarana teknologi dalam rangka menjelaskan kepada masyarakat bahwa pola pikir Darwinis bertumpu pada landasan berpijak yang keliru dan rapuh.

Islam dan Al-Quran dapat dijelaskan ke lebih banyak orang, beserta seruan agar menjalankan nilai-nilai akhlak baik, melalui penyampaian tulisan dan lisan dan dengan membuat situs-situs internet baru.

Melalui cara ini, orang semakin mampu mengokohkan rasa cinta kepada Allah dalam hati mereka dan dengan demikian memperlakukan satu sama lain dengan rasa kasih sayang dan tenggang rasa.

Mereka dapat dididik untuk mencegah malapetaka akibat Darwinisme serta semua persengketaan dan keruntuhan akhlak yang ditimbulkannya. Sekali mereka telah mengenal keindahan nilai-nilai akhlak Islami, mereka akan lebih mencintai satu sama lain. Ketika tabiat kebohongan Darwinisme dan materialisme diungkap dan dijelaskan kepada mereka, maka sirnalah pembenaran akal bagi permusuhan dan perselisihan yang sengaja dimunculkan; kekacauan dan perselisihan akan kehilangan semua maknanya dan mulai tampak sama sekali tidak masuk akal. Persengketaan yang sengaja dibuat pasti mustahil muncul dalam lingkungan seperti itu.

Dunia Islam memerlukan persatuan dan kesatuan, persahabatan, kedamaian dan akhlak mulia yang dikehendaki oleh nilai-nilai ajaran Islam. Dengan mewujudkan hal ini melalui kegiatan intelektual dan budaya, masyarakat Indonesia dapat memimpin gerakan penting ini dan menjadi teladan sangat baik bagi dunia selebihnya.

Harun Yahya adalah penulis “Atlas Penciptaan” dikenal sebagai tokoh pembongkar teori evolusi.  Tulisan ini dikirim untuk http://www.hidayatullah.com

Kilas Balik Fakta Bom Bali I

Posted in Indonesia with tags , , , , , , , , , , , , , , , , , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

Saduran dari hidayatullah.com

Hakim yang memvonis mati Amrozi Cs telah mati duluan. Jaksa yang menuntut (Urip Tri Gunawan) kini dipermalukan kasus suap Rp 6 M. Siapa yang akan menyusul terhina berikutnya?

Oleh: Fauzan Al-Anshari *

Tiga terpidana mati Amrozi Cs telah dipanggil Allah SWT. Tapi masih banyak orang belum mencermati secara jeli peristiwa itu. Tulisan berupa kilas balik ini sekedar mengingatkan Anda semua atas peristiwa itu.

***

Pulau Bali mempunyai nama lain sebagai pulau Dewata, karena memang dikaruniai oleh Alloh SWT memiliki keindahan panorama alam, khususnya panorama di pantai Kuta. Karena keindahannya, tidak mengherankan jika para wisatawan selalu berdatangan silih berganti, baik wisatawan lokal (domestik) maupun turis asing. Karena banyaknya wisatawan asing, sampai-sampai ada tempat hiburan yang dikhususkan untuk para turis asing, yaitu Paddy’s Bar dan Sari Club.

Pada hari sabtu tanggal 12 Oktober 2002 menjelang tengah malam tiba-tiba sebuah bom meledak di Paddy’s Bar tempat para turis asing berpesta pora.

>> Bom Bali 1 [thejakartapost.com]

Seketika itu juga aliran listrik padam, sehingga sepanjang jalan Legian Kuta gelap gulita. Dalam hitungan detik sesaat kemudian muncul cahaya terang yang memancar membentuk awan, semburan api raksasa terlihat hampir bersamaan dengan terdengarnya ledakan dahsyat. Disusul dengan bom kedua di Sari Club, yang efeknya terdengar sampai radius puluhan kilometer, dan jaring-jaring bangunan berhamburan ke udara sampai 50 meter tingginya.

Indonesia tersentak, tak menyangka akan terjadi targedi Bom Bali I tersebut, sementara pemerintah Amerika – Israel – Australia dan pemerintah barat lainnya tidak kaget atau pura-pura kaget atas kejadian yang mengakibatkan sebagian warganya jadi korban. Sangat disayangkan, pemerintah Indonesia tidak segera mengambil sikap, tidak seperti pemerintah Amerika yang cepat membuat pernyataan “Amerika under Attack” (Amerika sedang diserang) yang langsung diikuti penutupan akses keluar dari Amerika, baik yang lewat udara maupun laut.

Sementara pemerintah Indonesia bingung, tidak tahu apa yang harus dan cepat dilakukan untuk melindungi rakyatnya. Pintu ke luar masuk, baik jalur udara maupun laut dibiarkan terbuka lebar, sehingga kalau ada dugaan keterlibatan pihak asing, maka barang-barang bukti akan lenyap dibawa lari ke luar negeri. Yang tersisa hanya bukti lokal, yang menyebabkan rakyatnya sendiri jadi korban tuduhan.

Bom jenis apa yang meledak di kedua tempat hiburan Paddy’s Bar dan Sari Club? Siapa yang pantas tertuduh sebagai pelaku utamanya? Para pembaca dipersilahkan untuk mengambil kesimpulan sendiri setelah membaca berita dan cara penanganannya. Setelah bom meledak, dalam tempo 5 mikro-detik detonasi yang sangat dahsyat berupa gelombang tekan (shock wave) berkekuatan satu juta kaki perdetik membongkar jalan yang berada di depan Sari Club. Aspal, batu dan tanah dengan berat dua ton-an terlempar berhamburan ke udara, sementara tanah dan pasir berputar ke segala arah bak angin putting beliung, mampu memotong tubuh para turis menjadi seperti mie kwetiau. Potongan-potongan tubuh manusia terserak sampai beberapa blok jauhnya, sedang yang berada pada radius demosili yang panjangnya 200-an meter akan tewas meski dengan tubuh utuh, tapi tulang belulangnya patah dan remuk redam bak bandeng presto.

Ledakan bom tersebut menewaskan 202 orang, melukai sekitar 300 orang, menghancurkan 47 bangunan, beberapa mobil terlempar ke udara sampai enam meter dan membakar ratusan mobil dari berbagai merk dan jenis. Potongan-potongan besi bangunan juga patah-patah dan bengkok oleh kuatnya tekanan ledak, kaca bangunan beterbangan ke segala arah, getaran akibat ledakan bom bisa dirasakan sampai radius 12 kilometer. Belum juga pihak kepolisian Indonesia selesai mengadakan penyelidikan, tiba-tiba keluarlah beberapa pernyataan dan tuduhan dari pihak pemerintahan Barat. Presiden AS George Walker Bush sudah mendahului menuduh Al-Qaidah sebagai dalangnya, yang akan diamini oleh negara-negara barat yang lainnya. Sementara, Lembaga Studi Pentagon dan Israel menuduh Jamaah Islamiyah yang melakukannya.

Dengan munculnya beberapa pernyataan dari negara-negara kuat yang mendahului hasil penyelidikan pihak kepolisian, sudah barang tentu sangat mempengaruhi independensi dan obyektifitas proses penyelidikan kepolisian Indonesia. Cecaran negara-negara barat tersebut jelas membuat kepolisian Indonesia ketar–ketir dan ketakutan, karena merasa mendapat intervensi. Walau masih tetap melakukan proses penyidikan dan penyelidikan, tapi sudah tidak bisa mandiri lagi.

Perhatikan dari perkembangan pernyataan-pernyataan yang disampaikan pihak yang berkompenten:

Pertama, Pada hari awal pasca ledakan Tim Mabes Polri mengadakan kajian bersama dengan Tim FBI, sudah berani membuat pernyataan: “Berdasarkan efek ledakan bom, besar kemungkinan material yang digunakan dari jenis C-4,” kata Kabag Humas Polri Irjen Polisi Saleh Saaf. Pernyataan tersebut diperkuat oleh keterangan Kepala BIN AM Hendropriyono, “Ya, salah satu dari bom yang dipakai adalah C-4,” disampaikan saat berkunjung ke TKP tanggal 19 Oktober 2002.

Kedua, Mark Ribband seorang ahli dan praktisi eksplosif Inggris mengatakan kepada AFP (15/10/02): “Bom C-4 memang diproduksi oleh beberapa negara, tetapi produsen utamanya adalah AS dan Israel”. Dia menambahkan: “Meskipun relatif gampang dibawa dan mudah diselundupkan, bom plastik ini tak bisa diperoleh sembarangan pihak, selain amat sulit juga mahal”. Melihat dampaknya, dia percaya bom di Bali itu punya daya ledak yang luar biasa, kalau benar itu C-4, tentu itu C-4 yang amat powerfull.

Ketiga, Joe Vialls, ahli bom dan investigator independen yang bermukim di Australia punya pendapat yang berbeda. Menurut hasil investigasi dan analisanya, bom yang meledak di Bali itu lebih dari C-4. Menurutnya, C-4 itu hanya hebat di film-film Hollywood yang dibintangi Sylvester Stallone atau Bruce Willis. C-4 itu sebenarnya hanya lebih baik dari TNT. C-4 yang standar terbuat dari 91% RDX dan 9% Polyisobotciser dan daya ledaknya 1,2 kali lebih baik dari TNT. Yang pasti kata Joe Vialls: “Skenario bom C-4 tak bisa menjelaskan mengapa bom Bali menimbulkan cendawan panas dan kawah yang cukup besar.

Adanya cahaya dan cendawan panas setelah lumpuhnya aliran listrik serta munculnya kawah, bisa menjadi indikasi yang spesifik dari hadirnya senjata micronuclear. Sejumlah kalangan mempertanyakan tidak adanya radiasi sinar gamma dalam kasus tersebut. Karena radiasi gamma dan neutron tidak terdeteksi, mereka menyimpulkan tak mungkin ada mikronuklir di Bali. Sanggahan itu sekilas masuk akal, tapi sebenarnya menunjukkan kurangnya wawasan akan khasanah senjata nuklir”.

Keempat, Nuklir konvensional memang selalu menghasilkan radiasi radio aktif, sementara yang dipakai di Bali adalah mikronuklir non konvensional yang disebut SDAM (Special Demolition Atomic Munition). Dilengkapi reflector neutron, mikronuklir ini didesain sedemikian rupa hingga tidak sampai menghasilkan sinar gamma dan neutron yang gampang disidik oleh alat Geiger Counter, limbah yang dihasilkan SDAM itu berupa awan panas dan sedikit sinar alpha. Maka jika mendeteksi radiasi mikronuklir SDAM dengan menggunakan alat itu jelas salah alamat, pasti tak akan terukur adanya radiasi gamma dan neutron, kecuali memang di TKP terdapat bahan radioaktif Uranium.

Sedangkan bahan yang dipakai untuk membuat SDAM umumnya adalah Uranium 238 dan Plutonium 239. SDAM tidak meninggalkan jejak radiasi neutron dan atau sinar gamma, hanya menghasilkan panas dan sedikit pertikel alpha. Partikel itu tersedia dalam jumlah amat sedikit, sekitar satu partikel dalam radius dua meter. Itu pun bisa hilang atau tidak terdeteksi setelah TKP kena hujan, atau partikel terhirup oleh para korban yang telah dievakuasi dan diabukan di Australia. Persoalannya, para petugas kepolisian sudah kehilangan momen dan kesempatan untuk menjejak partikel alpha yang menjadi ciri khasnya.

Kelima, Kepala Staf TNI Angkatan Bersenjata (KSAD) Jenderal Ryamizard Riyacudu (kini sudah pensiun) mengatakan: “Saya yakin bahwa bom yang meledak di Bali adalah buatan luar negeri, dan bukan buatan orang Indonesia. Bom yang begitu dahsyat seperti itu tidak mungkin produk dalam negeri, itu pasti produk luar negeri”, ujarnya usai memberikan pengarahan kepada prajurit Kopassus Grup 2 dan Brigif 413 Kostrad di Markas Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Solo (12/11/02). Menurut Ryamizard, “Indonesia sampai saat ini belum mampu membuat bom Atom, bom Napalm, Mikronuklir atau sejenisnya. Tapi kalau ada orang kita yang disuruh saya tidak tahu, serahkan saja pada polisi. Tapi saya yakin ada orang luar yang terlibat,” jelasnya.

Keenam, Kapten Rodney Cox, seorang tentara Australia mengomentari kejadian meledaknya bom Bali. Dia menyaksikan langsung dahsyatnya bom tersebut, karena berada di dekat TKP, katanya: “Saya pernah mengikuti kursus Demosili, tapi tak pernah menyaksikan efek ledakan yang begitu hebat”.

Kesaksiannya yang cukup detail itu mengundang analisis lebih jauh terhadap identitas bom Bali. “Pernyataan listrik mati sebelum adanya kilatan cahaya pra ledakan telah menjadi petunjuk kuat dan tak terbantahkan, bahwa masa kritis dari suatu senjata mikronuklir telah tercapai” kata Joe Vialls. Bom kecil di Paddy’s Bar hanya menimbulkan kerusakan lokal, 10 detik kemudian meledaklah bom ke-2 di Sari Club yang sangat dahsyat, menyebabkan seluruh aliran dan jaringan listrik di kota saat itu lumpuh total oleh pengaruh gelombang elektromagnetik SREMP (Source Region Electromagnetic Pulsa) yang dipancarkan mikronuklir pada titik kritisnya. Pulsa Elektromagnetik itu merambat melalui semua medium pada kecepatan cahaya (300.000 km/jam). Karena itu Kapten Cox menyatakan, bahwa listrik mati sebelum dia menyaksikan semburan api dan awan panas di atas permukaan jalan. Laporan yang disusun oleh Kapten Jonathan Garland, wartawan koran resmi Angkatan Bersenjata Australia itu rupanya telah membuat keki dan blingsatan pemerintah dan petinggi militer Australia. Mereka khawatir kesaksian itu akan menjadi blunder bagi Australia di masa depan, maka dengan memo seorang menteri, laporan dan kesaksian penting itu kemudian dihapus dari situs ARMY.

Polri Kurang Mandiri dan Tidak Konsisten Pada hari pertama pihak kepolisian Indonesia menduga kuat bahwa bom yang meledak di Bali dari jenis C-4, dugaan itu didasarkan pada efek ledakan yang dahsyat. Akan tetapi setelah kedatangan Tim Polisi Federal (Austalia Federal Police) Australia dan ASIO (Australia Secret Intelligent Organization) , pernyataannya jadi berubah-ubah. Katanya, bom yang meledak dari jenis RDX. Lalu berubah lagi, kata polisi dari jenis TNT. Bahkan Polda Jatim sempat keceplosan bicara, bahwa bom yang meledak di Bali itu mungkin bom karbit, hanya karena di sekitar TKP ditemukan bubuk potasium khlorat. Sungguh menggelikan.

Kalau saja Polri mampu mandiri dan tidak takut dengan tekanan dari pihak manapun, bekerja profesional, tidak terpengaruh (yang negatif) walau ada pihak luar ikut membantu menyelidiki, maka haqqul yakin kepolisian Indonesia akan mempunyai wibawa tinggi di mata dunia, dihormati dan dicintai rakyat karena mereka merasa terlindungi.

Mengapa TNI Dicurigai Terlibat?

Koran Singapura The Straits Times dan koran Australia The Sydney Morning Herald melansir berita, bahwa TNI mungkin terlibat dalam pengeboman di Bali. Berdalih pengakuan paling mutakhir dari Umar al-Faruq (mudah-mudahan syahid) di penjara Baghram Afganistan. Mereka menuduh Abubakar Ba’asyir telah membeli C-4 dari TNI dengan dana kiriman uang dari tokoh Al-Qaidah Usama bin Ladin.

Berita fitnahan tersebut cepat direspon oleh KSAD Jenderal Ryamizard Riyacudu, dengan mengatakan bahwa TNI sampai saat ini belum mampu membuat bom Atom, bom Napalm, Mikronuklir dan atau yang sejenisnya. Lalu diadakanlah demo bom TNT (kemampuan yang dimiliki PT. Pindad) di Cibodas pada akhir Oktober 2002. 2 kg bom TNT disiapkan, 2 meter darinya diletakkan 2 botol aqua berisi bensin, di sampingnya lagi ada gubuk kecil dari bahan kayu. Setelah bom TNT tadi diledakkan, maka menimbulkan suara cukup keras dan tanahnya pun bergetar, pohon dan tanaman di sekitarnya rusak. Tapi anehnya 2 botol aqua yang berisi bensin tidak tumbang apalagi terbakar, begitu juga gubuk kayunya juga masih tegak berdiri. Uji coba tersebut dilakukan oleh Pusdik Zenit TNI AD yang dipimpin oleh Kol. C2i Puguh Santoso. Keterusterangan dari pihak TNI akan batas kemampuan PT. Pindad sebenarnya sangat disayangkan, karena rahasia batas kemampuannya akan diketahui pihak lawan. Tapi keterusterangan tadi bisa dimaklumi, apa sebabnya?

Nah kalau berita dari dua koran Singapura dan Australia itu di-blow up dan dilansir oleh mass media dunia, maka TNI dan juga negara Indonesia bisa terancam diserang oleh pihak luar, mungkin akan mengalami nasib seperti Iraq.

Coba perhatikan beberapa kejadian sebelumnya:

  1. Paska runtuhnya gedung WTC tanggal 11 September 2001, Presiden AS George Walker Bush menabuh genderang perang dunia melawan para pejuang dan aktivis muslim dengan julukan “teroris” (the global war on terrorism atau G-WOT). Dia mengajak kepada masyarakat internasional untuk mendukung langkahnya, dengan dua opsi: “Carrot or Stick”; bersama kami (AS) memerangi para teroris akan mendapat hadiah carrot/wortel/ dollar, tidak mau mendukung AS akan menerima pukulan stick/tongkat/ rudal.
  2. Presiden Megawati pernah mengatakan bahwa, jika AS menyerang Indonesia, maka tak akan mampu melawan tentara George Walker Bush dan tidak akan bertahan walau hanya sepekan. Mengapa Presiden Megawati sampai mengatakan demikian? Bisa jadi karena kemampuan militer Indonesia memang sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan tentara AS. Apakah George Walker Bush serius dengan ancamannya, bila Indonesia tidak mau mendukungnya akan diserang?

    Jawabnya: Sangat mungkin! Tapi, dari dua pilihan tersebut, carrot-lah yang dipilih Megawati. Ia menyeret bangsa Indonesia menjadi sekutu Bush, menjadi “Proxy Forces” atau agen perantara untuk menangkapi rakyatnya sendiri . Masya Alloh tega nian bunda.

    Karenanya, ia langsung mendapatkan upah di depan (down paymen) sebesar US $ 500 juta. Katanya, untuk menstimulir perekonomian nasional. Terbuktilah sekarang. Ujian harta ini lebih berbahaya daripada kenaikan BBM.

    Sabda Nabi saw:

    “Sesungguhnya aku sudah memohon kepada Robbku untuk umatku, janganlah Dia membinasakan mereka dengan paceklik yang merajalela, jangan menundukkan mereka kepada musuh dari luar kelompok mereka yang menodai kedaulatan mereka. Sesungguhnya Robbku berfirman: Wahai Muhammad, sungguh jika Aku telah menetapkan suatu ketetapan, maka tidak bisa lagi ditolak. Aku berikan kepadamu untuk umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh paceklik yang merajalela, dan agar mereka tidak dikuasai musuh dari luar mereka yang akan menodai kedaulatan mereka, sekalipun musuh itu berkumpul dari seluruh penjuru dunia, kecuali jika sebagian mereka membinasakan sebagian yang lain, dan mereka saling manahan satu sama lain”


  3. Frederick Burks, mantan penerjemah Departemen Luar Negeri AS mengatakan: “Pada tanggal 16 September 2002 ada pertemuan rahasia di rumah Presiden Megawati, di jalan Teuku Umar Jakarta. Pertemuan itu diikuti lima orang: Megawati, Karen Brooks, (Direktur National Security Council wilayah Asia Pasific), Ralph Boyce (Dubes AS untuk Indonesia), Frederich Burks dan seorang wanita agen khusus CIA sebagai utusan spesial Presiden Bush”. Dalam pertemuan berdurasi 20-an menit itu, utusan khusus Bush meminta Mega agar me-render (menyerahkan secara rahasia) ustadz Abu Bakar Ba’asyir kepada pemerintahan AS, sebagaimana kasus Umar al-Faruq. Mega menolak, dengan alasan, Umar al-Faruq bisa di-render karena tidak dikenal oleh publik Indonesia dan tak mempunyai pendukung, sedangkan ustadz Abu Bakar dikenal publik dan banyak pengikutnya.

Sehingga jika di-render bisa menimbulkan instabilitas politik dan agama, yang tidak mungkin ditanggungnya. Akhirnya agen CIA itu mengancam;

“Jika ustadz Abu tidak diserahkan sebelum pertemuan APEC, maka “Situasinya akan bertambah buruk..” Benar saja, ancamannya dibuktikan sebulan kemudian, yaitu dengan peledakan Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002 pukul 00.00.

Jadi siapa yang berada di balik peristiwa Bom Bali I? Apakah Amrozi cs pelaku utamanya? Amrozi hanya membawa karbit 1 ton dengan mobil L300. Mengapa polisi takut melakukan rekonstruksi? Jika Anda ragu, jangan sekali-kali mengeksekusi mereka, karena jika Anda muslim, maka akan murtad!

Ingatlah hakim yang memvonis mati mereka tela mati duluan, jaksa yang menuntut hukuman mati (Urip Tri Gunawan) mereka kini dipermalukan dengan terbongkarnya suap Rp 6 M, apakah Anda mau menyusul terhina seperti mereka?

Penulis adalah Direktur Lembaga Kajian Strategis Islam (LKSI)

UIN Logo Baru: Ke Mana Arahnya?

Posted in Indonesia with tags , , , , , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

Saduran dari hidayatullah.com

Logo Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang baru menghilangkan gambar Al-Quran dan Hadits. Gambar bola dunia dan partikelnya mirip simbol sekularisme dan atheis. Tapi mungkin hanya mirip

Oleh: A. Taif A Nabeel *

Kamis (21/8) malam, bulan lalu, logo lama UIN Jakarta resmi diganti dengan logo baru dengan dimeriahkan oleh penampilan musik orkestra Dwiki Darmawan dan penyanyi Ita Purnamasari di Auditorium Utama.

Seperti yang diberitakan dalam UINJKT Online, peresmian logo baru ini juga ditandai dengan pembukaan kain selubung logo oleh Rektor Prof Dr KUmaruddin Hidayat di atas panggung yang didampingi mantan rektor Drs H Ahmad Syadzali serta para pembantu rektor.

Direktur MarkPlus, Hermawan Kertajaya yang menghadiri acara tersebut mengatakan, penggantian logo UIN Jakarta sudah tepat dan menunjukkan nilai-nilai yang lebih universal. “Logo baru UIN Jakarta sekarang melambangkan proses horizontalisasi. Ini mencerminkan kemajuan,” katanya.

Sementara Rektor dalam sambutannya menegaskan, logo baru UIN Jakarta diganti bukan tanpa alasan. Setidaknya, menurut rektor, ada dua alasan yang melandasi. Pertama, logo lama bersifat verbalistik yang lebih menonjolkan elemen geografis lokal dan elemen kenegaraan. Selain itu, logo lama tidak distingtif dan memadai untuk memberikan gambaran sebuah identitas baru bagi UIN Jakarta menuju world class university. Kedua, hasil kesepakatan rapat senat para guru besar.

“Logo lama itu bergambar ada Monumen Nasional-nya. Sekarang, kita tidak lagi berdasarkan geografis lokal, baik Jakarta, Banten maupun Jawa Barat, tetapi dunia yang digambarkan dengan bola dunia. Jadi, kita ingin UIN Jakarta itu mendunia,” tegasnya.

Arti Logo

<< Logo Baru UIN

Gambar logo baru UIN Jakarta terdiri atas empat (4) elemen, yakni bola dunia, partikel atom, kitab suci, dan tulisan “UIN”. Bola dunia berwarna biru, melambangkan wawasan universal UIN Jakarta dan juga misi Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Partikel atom berwarna emas menggambarkan keilmuan dan dinamika serta keajegan hukum alam (sunnatullah) yang diperintahkan Allah untuk selalu dibaca dan diteliti demi kesejahteraan umat manusia. Parikel itu juga dapat dilihat sebagai bunga lotus atau sidrah (sidrah al-muntaha), yakni lambang cita-cita setiap mukmin untuk menggapai pengetahuan kebenaran tertinggi (ma’rifah al-haq).

Kemudian kitab suci berwarna putih dengan garis tepi berwarna kehijauan, melambangkan sumber inspirasi dan kaidah hukum serta moral bagi pengembangan UIN Jakarta. Sementara tulisan “UIN” berwarna biru melambangkan kedalaman ilmu, kedamaian, dan kepulauan nusantara yang berada di antara dua lautan besar, yakni sebuah wilayah yang mempertemukan berbagai peradaban dunia. Selain itu, terdapat juga garis putih horizontal yang membelah tulisan “UIN”. Garis ini merupakan pengikat UIN Jakarta sebagai universitas yang kuat.

Hilangnya “Al-Quran”

<< Logo UIN LAMA

Penjelasan official tentang arti logo baru di atas, tentunya tidak menutup adanya interpretasi lain. Dan hal itu juga patut diperhatikan, utamanya bagi pejabat tinggi di lingkungan UIN yang berwawasan terbuka dan menghargai perbedaan.

Banyak suara yang menganggap bahwa elemen kedua yang dijabarkan sebagai partikel atom itu mirip dengan Bintang David jika ditarik lancip. Namun saya sendiri kurang setuju dengan interpretasi seperti ini, sebab kita hanya diajarkan menilai apa yang terlihat dan bukannya menafsirkan niat yang tersembunyi dari gambaran logo itu. Karena hal ini justru akan menguatkan pola-pola tafsir batiniyah. Bagi saya, elemen yang “dipaksakan” sebagai partikel atom ini, justru menggambarkan 2/3 dari lambang sekularisme dan tertutup dengan gambar buku dan tulisan UIN yang dilatarbelakangi dengan bola biru. Jadi elemen “partikel atom” itu memang terkesan dipaksakan jika digambarkan sebagai sunnatullah, apalagi ditafsirkan dengan sidratul muntaha, tempat yang belum pernah diketahui oleh seorang manusia pun selain Rasulullah SAW saat mendapatkan perintah shalat di malam Isra’ Mi’raj.

Hal yang lebih sensitif lagi dari tampilan logo baru ini adalah dihapuskannya tulisan “Al-Quran al-Karim” dan digantikan dengan tulisan “UIN”. Tentunya para pemerhati pendidikan Islam akan bertanya-tanya, ada apa dengan penghapusan tulisan “Al-Quran al-Karim”? Apakah karena tulisan ini adalah tulisan arab sehingga merasa risih dengan nuansa kearab-araban? Ataukah karena logo lama dinilai terlalu Islami dan ke-Quran-Quranan sehingga dikhawatirkan akan melibas keragaman budaya dan kearifan lokal? Ataukah karena kepercayaan diri sebagai generasi Quran mulai meluntur di lembaga pendidikan tinggi Islam ini? Tentunya tidak seorangpun bisa memastikan jawaban atas rentetan pertanyaan di atas.

<< Simbol Sekularisme

Namun setidaknya pertanyaan-pertanyaan itu adalah wujud rasa memiliki sekaligus ungkapan keprihatinan atas UIN yang menjadi aset terbesar umat Islam di Indonesia. Keprihatinan ini semakin menguat jika dikaitkan dengan ulah akademis beberapa guru besar UIN yang kurang simpatik. Sebagai contoh dalam ruang perkuliahan pasca sarjana, seorang profesor yang juga ditengerai gemar menjadi penghulu perkawinan lintas agama ini mengajarkan bahwa Kebenaran Agama adalah Palsu; Agama untuk Orang Bodoh?! Dan Thomas Alfa Edison pun Masuk Surga; Budha, Socrates juga Nabi; Rukun Iman cukup dua; Hadits-hadits itu membikin kita bingung; Tuhan juga memaafkan kaum atheis; Bersyukur pada Iblis; Tidak Pernah Ada Isra’ Mi’raj; Lebih Mengutamakan Agama daripada Akal adalah Kafir; Siapa saja yang melakukan kebaikan, yg bermoral, itu adalah Islam! Jadi tidak harus bersyahadat; Anak-2 JIL itu bagus sekali, walau salah Tuhan akan memaafkan; Lauh Mahfuzh itu alam bawah sadar; Tidak masalah jika orang mau pindah-pindah agama; Kisah-kisah dalam Al-Quran itu, umumnya kisah fiktif, dll.

Sementara Guru Besar Sejarah dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN yang dikenal piawai menulis ini secara mengejutkan memberi apresiasi terhadap karya Farag Fouda yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Di sampul depan buku ini dia menulis: “Karya Farag Fouda ini secara kritis dan berani mengungkapkan realitas sejarah pahit pada masa Islam klasik. Sejarah pahit itu bukan hanya sering tak terkatakan di kalangan kaum Muslim, tapi bahkan dipersepsikan secara sangat idealistik dan romantik. Karya ini dapat menggugah umat Islam untuk melihat sejarah lebih objektif, guna mengambil pelajaran bagi hari ini dan masa depan”.

Padahal buku yang aslinya berjudul al-Haqiqah al-Ghaibah ini sarat dengan cacian terhadap Sahabat, metodologi yang lemah dan bobot ilmiah yang rendah. Penulisnya sendiri telah dipandang murtad oleh sederet ulama terpandang dan akhirnya dia terbunuh di Mesir.

Tradisi memberi sanjungan tinggi terhadap karya-karya yang mengelirukan dalam memahami Islam tidak hanya untuk buku Fouda, namun beliau juga memberikan sanjungan terhadap terjemahan karya Abdullahi Akhmed an-Na’im, “Islam dan Negara Sekular” yang mempertanyakan kelayakan Syariah dalam kehidupan bernegara, bahkan dipandangnya sebagai sumber hukum yang diskriminatif terhadap warga non-muslim. Namun di sampul depannya, beliau justru memberi apresiasi buku tokoh liberal asal Sudan ini: “Buku ini, tidak ragu lagi, merupakan kontribusi penting bagi diskusi dan perdebatan tentang tarik tambang syariah, sekularisme dan negara”.

Penyimpangan pemikiran di lembaga ini juga dimeriahkan oleh profesor perempuan, peraih penghargaan doktor terbaik di IAIN Syarif Hidayatullah 1996/1997 ini mengkampanyekan aturan syariah baru. Sebab syariah yang “lama” terbukti bias jender. Maka dia mengusulkan laki-laki juga terkena masa tunggu (‘iddah) bila terjadi perceraian, bagian waris laki-laki sama dengan bagian perempuan, dll. Bahkan akhir-akhir ini dia juga mengkampanyekan halalnya homoseksual melalui artikelnya yang bertema “Allah Hanya Melihat Taqwa, bukan Orientasi Seksual Manusia”.

Penutup

Logo baru UIN mengundang multi tafsir. Jika dikaitkan dengan beberapa mata kuliah yang menjadi kurikulum wajib di fakultas Ushuluddin dan corak pemikiran beberapa guru besar yang mengajar di lembaga ini, maka tidak berlebihan bila logo baru ini dipandang menjadi cerminan 2/3 logo sekularisme sekaligus menancapkan paham ini di lingkungan pendidikan ini. Mengamati fenomena ini tentunya sangat tragis, jika lembaga pendidikan yang tahun lalu baru merayakan HUT 50 tahun dan menjadi aset dan kebanggaan umat ini, terus membiarkan prilaku intelektual menyimpang kalangan guru besar maupun dosennya. Akankah seorang Ratu Adil akan datang dan menyelamatkan lembaga pendidikan tercinta ini? Kita tunggu saja.

*) Penulis tinggal di Jakarta

Setelah Kemenangan Barack Hussein Obama

Posted in USA with tags , , , , , on November 28, 2008 by indonesiaunderground

Saduran dari hidayatullah.com

Banyak orang menyambut gembira kemenangan Barack Hussein Obama. Apakah mungkin seorang Obama akan mampu mengubah kebijakan terhadap Israel semacam ini? Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-248

Oleh: Adian Husaini

Rabu (6 November 2008) siang waktu Indonesia, Barack Hussein Obama akhirnya jadi Presiden Amerika Serikat ke-44. Dunia gembira. Sorak sorai di mana-mana. Tak sedikit yang mengucurkan air mata. Anak imigran berkulit hitam keturunan Afro-Amerika berhasil menjebol tembok rasialis yang kokoh tertanam 232 tahun sejak Amerika merdeka, 1776.

Tak terkecuali di Indonesia. Sejumlah stasiun TV menayangkan saudara-saudara dan kawan-kawan Obama yang bersuka cita, bangga, berurai air mata bahagia menyambut kemenangan Obama. Dia pun dapat julukan mentereng: ’anak Menteng’. Syahdan, dia pernah tinggal 3,5 tahun di Indonesia.

Ya, Obama membuat sejarah. Di Amerika dan di dunia. Umat Islam pun turut gembira. Sejumlah tokoh yang biasa muncul di media mengumbar kata-kata penuh harap. Obama akan beda dengan pendahulunya, George Bush, yang sering dijuluki sang pengumbar angkara. Obama akan mau bicara; bukan hanya mengumbar senjata.

Obama muncul ketika dunia sedang sakit. Amerika sakit. Eropa sakit. Indonesia juga sakit. Krisis ekonomi, kerusakan lingkungan, perang yang tiada henti, semakin membuat banyak penduduk bumi frustrasi. Cara apalagi yang bisa digunakan untuk menyulap dunia menjadi rumah damai? Banyak yang kemudian putus asanya. Patah arang.

Padahal, dunia sedang merindukan obat mujarab untuk keluar dari krisis. Dan Obama muncul pada saat yang tepat. Penampilannya luar biasa. Pidatonya menyihir milyaran umat manusia. Dia mengawali pidato dengan kata-kata memukau: “If there is anyone out there who still doubts that America is a place where all things are possible, who still wonders if the dream of our founders is alive in our time, who still questions the power of our democracy, tonight is your answer”.

Luarrr biasa! Jika ada yang masih ragu bahwa di Amerika segala sesuatu bisa terjadi, kata Obama, maka dia sudah membuktikannya! Dia bisa jadi Presiden Amerika dalam usia belia. Keturunan warga kulit hitam yang ratusan tahun dijadikan sebagai budak dan diinjak-injak, justru kemudian membalik sejarah. Dia menjadi pemimpin negara adikuasa. Itu Obama bin Hussein!

Jangan terlalu berharap!

Kemenangan Obama tentu menyiratkan harapan besar. Setidaknya, masih ada yang bisa diharap. Tapi, untuk mengubah kebijakan luar negeri AS, bukanlah perkara mudah. Mantan pejabat Deplu Amerika, William Blum, dalam bukunya Rouge State: A Guide to the World’s Only Superpower (2002), pernah mengajukan resep untuk mengakhiri kemelut internasional dan menciptakan rasa aman bagi warga AS: (1) minta maaf kepada semua janda dan anak yatim, orang-orang yang terluka dan termiskinkan akibat ulah imperialisme AS, (2) umumkan dengan jiwa tulus ke seluruh pelosok dunia, bahwa intervensi global AS telah berakhir (3) umumkan bahwa Israel tidak lagi menjadi negara bagian AS yang ke-51 (4) potong anggaran belanja pertahanan AS, sekurangnya 90 persen.

Kata Blum, itulah program tiga harinya di Gedung Putih, andaikan dia diangkat menjadi Presiden AS. Hanya saja, katanya, “On the fourth day, I’d be assassinated.”

Blum menggambarkan betapa peliknya problem politik luar negeri AS. Sifat ofensifnya sudah sangat mencengkeram dunia. Tidak mudah bagi Presiden siapa pun untuk mengubah tradisi imperialistik semacam itu. Film JFK garapan Oliver Stone menggambarkan bagaimana terbunuhnya John F. Kennedy juga tak lepas dari benturannya dengan ’kepentingan besar’ tersebut. Mampukah Obama membuat sejarah baru dalam hal ini? Kita tunggu saja! Toh, dia sudah berpidato: ”America is a place where all things are possible.”

Rumus serupa juga pernah disampaikan perumus teori dependensia dan strukturalisme, Prof Johan Galtung, dalam wawancaranya dengan harian Kompas di Jakarta (17/11/2002). Ketika itu, Galtung ditanya tentang penyelesaian soal peristiwa 11 September 2001 dan program perang melawan terorisme yang dipimpin Amerika Serikat (AS). Jawab Prof. Galtung: “Dibanding serangan yang pernah dilakukan teroris, terorisme negara yang dilakukan AS jauh lebih berbahaya karena menggabungkan fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar. Serangan AS terhadap Afganistan memenuhi kriteria tindakan teroris.”

Penerima Right Livelihood Award tahun 1987 ini mengaku berulangkali menjawab pertanyaan soal serangan 11 September 2001: “Tangkap pelakunya dan ubah kebijakan luar negeri AS!” Ia juga berkirim surat kepada Presiden AS George W Bush – yang isinya meminta AS mengubah politik luar negeri, mengakui negara Palestina, meminta maaf karena sering mencampuri urusan negara lain, melanggar hukum internasional, dan tidak menghormati Islam. Tapi, suratnya, memang tidak digubris. “Saya tidak tahu apakah Bush membaca surat itu. Tetapi, yang dilakukan justru sebaliknya,” ujarnya.

Imperialisme Barat yang melahirkan kezaliman global, seperti yang dinyatakan Blum bukanlah isapan jempol belaka. Mengutip pendapat Prof. Noam Chomsky, dalam bukunya, Year 501: The Conquest Continues, Ketua Just World Trust (JUST) Malaysia, SM Mohammed Idris menulis:

“Penaklukan bagi Dunia Baru, dalam sejarah peradaban, telah berakibat pada dua katastrofi demografik yang sangat luas, yang tidak saling berkaitan: pemusnahan yang sungguh-sungguh atas penduduk susku-suku asli yang tinggal di kawasan Barat dan penghancuran bangsa-bangsa Afrika dengan memperbudak penduduknya dan memperjualbelikannya dalam ekspansi besar-besaran demi memenuhi keserakahan para penakluk… Ketika keadaan telah berubah, tema fundamental dari penaklukan tetap bertahan dalam vitalitas dan daya lentingnya, dan akan terus berlanjut sedemikian sehingga dalam kesadaran tentang sebab-sebab ketidakadilan nan ganas yang betul-betul dikemukakan secara jujur dan terbuka.” (Lihat, Candra Muzaffar dkk., Human’s Wrong: Rekor Buruk Dominasi Barat atas Hak Asasi Manusia, (Yogya: Pilar Media, 2007), hal. 446).

Untuk mempertahankan hegemoninya, berbagai instrumen – politik, ekonomi, budaya, ideologi, militer – digunakan. Hingga kini, meskipun didesak sebagian besar negara-negara dunia, AS dan sekutunya tetap enggan melepas hak istimewa ’veto’ di PBB. Hak istimewa atas penguasaan persenjataan nuklir juga terus dipertahankan. Sebab, AS dan sekutunya memang memposisikan diri sebagai ”malaikat” dan musuh-musuh mereka diposisikan sebagai ”poros setan” (axis of evil). Dalam kasus dunia Islam, hak istimewa Negara Yahudi Israel tetap dilindungi, meskipun laporan kebiadaban dan pelenggaran HAM Israel telah menumpuk di markas PBB. Setiap Presiden AS – baik dari Partai Demokrat atau Republik – masih tetap menjalankan politik luar negeri yang tidak masuk akal dalam membela negara zionis tersebut.

Literatur yang mengupas hubungan spesial antara AS dan Israel sangat melimpah. Bernard Reich, misalnya, dalam artikelnya berjudul ‘The United States and Israel: The Nature of a Special Relationship (yang dimuat dalam buku The Middle East and The United States: A Historical and Political Reassessment (ed. David W. Lesch), Westview Press, 1996), menggambarkan tradisi tiap Presiden AS untuk membuat pernyataan berisi komitmen untuk mempertahankan hubungan spesial antara AS dan Israel. Berbagai upaya perdamaian Israel-Palestina pertama kali harus menjamin kepentingan Israel. untuk

Presiden Bill Clinton, misalnya, membuat pernyataan: “In working for peace in the Middle East, a first pillar is the security of Israel.”

Bantuan-bantuan AS terhadap Israel yang sangat fantastis diungkap oleh Paul Findley dalam bukunya Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the US-Israeli Relationship. Setiap tahun, negara Yahudi berpenduduk sekitar 6 juta jiwa ini menerima bantuan AS yang jumlahnya melampaui bantuan yang diberikan pada negara-negara lainnya. Sejak tahun 1987, bantuan ekonomi dan militer langsung berjumlah 3 milyar USD atau lebih. Antara 1949 sampai akhir 1991, pemerintah AS telah memberikan dana senilai 53 milyar USD kepada Israel dalam bentuk bantuan maupun keuntungan-keuntungan istimewa. Jumlah itu setara dengan 13 persen dari semua bantuan ekonomi dan militer AS ke seluruh dunia dalam kurun yang sama. Sejak perjanjian damai Mesir-Israel tahun 1979 sampai 1991, jumlah total bantuan AS ke Israel mencapai 40,1 milyar USD, atau setara dengan 21,5 persen dari semua bantuan AS, termasuk semua bantuan bilateral maupun multilateral. Tahun 1992, Senator Robert Byrd dari Virginia Barat, mengungkapkan data-data yang menunjukkan begitu royalnya bantuan AS kepada Israel. Dia katakan: “Kita telah memberikan bantuan luar negeri kepada Israel selama beberapa dasawarsa dengan jumlah dan syarat-syarat yang belum pernah diberikan kepada satu negeri mana pun di dunia ini. Sekutu-sekutu Eropa kita, sebagai perbandingan, hampir tidak memberikan apa-apa.”

Apakah mungkin seorang Obama akan mampu mengubah kebijakan terhadap Israel semacam ini? Hingga kini, tanda-tanda itu belum ada sama sekali! Kondisi internal politik AS, kekuatan lobi Yahudi, dan dinamika politik dalam negeri Israel sendiri, beberapa kali menjadi faktor penghambat pembentukan negara Palestina merdeka. Perjanjian Camp David II di Presiden Clinton berakhir dengan kegagalan. Presiden George W. Bush sempat berkoar akan merealisasikan pembentukan negara Palestina tahun 2005. Tapi, ujungnya juga kegagalan. Memang, secara substansial, Obama diduga akan sama saja dengan pendahulunya. Tapi, apa salahnya berharap ada perubahan. Toh Obama sudah terlanjur bicara: “America is a place where all things are possible.”

Soal Palestina dipandang oleh berbagai kalangan sebagai isu terpenting dalam penyelesaian masalah terorisme. Berbagai pemimpin dunia Islam sudah mengimbau agar AS mengubah kebijakan anti-terornya yang jelas-jelas menganakemaskan Israel. Kelompok perlawanan Hamas dicap sebagai teroris. Sedangkan Israel justru diangkat sebagai sekutu utama dalam pemberantasan terorisme. Bahkan, Prof. Chomsky sendiri tak segan-segan mengkritik negaranya: “We should not forget that the US itself is a leading terrorist state.

Masalahnya lebih pelik ketika isu terorisme bukanlah isu yang harus diselesaikan, tetapi justru isu yang direkayasa untuk memberikan justifikasi keberlangsungan industri persenjataan di AS. Jika tidak ada musuh lagi, peperangan tiada lagi, bagaimana nasib industri senjata? Maka, tidaklah berlebihan, ketika Huntington menulis dalam buku populernya, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996), bahwa keberadaan musuh harus tetap dipertahankan. ”For self definition and motivation people need enemies,” tulis Huntington.

Pasca Perang Dingin, hubungan AS-Dunia Islam bahkan lebih pelik lagi. Strategi preemptive strike (serangan dini) yang dijalankan AS semakin menggencarkan penyebaran paham liberal keagamaan di dunia Islam. AS mengucurkan dana besar-besaran kepada kelompok-kelompok dan kalangan Muslim tertentu untuk membangun apa yang disebutnya sebagai ’Islam progresif’. Isu-isu liberalisasi, kesetaraan gender, pluralisme agama, multikulturalisme, dan sebagainya menjadi isu-isu favorit bagi AS dan LSM-LSM bentukannya.

Dalam masalah ini, AS bertindak lebih jauh dibanding kolonial Belanda dulu. Kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran Islam dijadikan sasaran penting oleh AS dan negera-negara Barat lain. Ini pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. Dengan alasan membendung arus terorisme, Donald Rumsfeld, pada 16 Oktober 2003, meluncurkan sebuah memo: “AS perlu menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam bisa lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan AS untuk menangkap atau membunuh mereka. (Republika, 3/12/2005).

Karena itu, tidak mudah bagi Obama untuk keluar dari ’jaring-jaring kebijakan global’ seperti ini. Banyak pemimpin Barat yang menghendaki umat Islam mengubah pikirannya agar menyesuaikan diri dengan ’dunia modern’. Dan tanpa disuruh pun, sudah banyak kalangan cendekiawan yang sudah menjalankan perintah Barat, karena keberhasilan program ’cuci otak’. Maka tidak heran, jika ekspor paham liberal ke tengah-tengah umat Islam tampaknya akan berjalan terus. Apalagi, Partai Demokrat pun memiliki kebijakan moral dan agama yang lebih liberal dibanding Republik. Bisa-bisa, politik belah bambu akan terus dijalankan: kelompok-kelompok liberal di Indonesia akan semakin diangkat ke atas, dan kaum non-liberal semakin diinjak.

Identitas keislaman Obama bisa menjadi batu sandungan psikologis bagi dirinya. Tudingan bahwa dirinya akan lebih mendekat ke Islam, malah bisa membuat dia ingin menunjukkan sikap sebaliknya. Setidaknya, Obama akan bersikap jauh lebih hati-hati dalam soal Islam. Maka, dalam kaitan ini, Obama diduga tidak akan banyak berbeda dengan pendahulunya. Politik Islam AS tetap berpegang pada norma internasional: diabdikan untuk kepentingan nasionalnya sendiri. Jadi, tidaklah realistis berharap terlalu banyak pada Obama. Hanya saja, sekali lagi, boleh-boleh saja berharap sedikit. Toh, Obama sudah terlanjur berkata, di Amerika, segala sesuatu mungkin saja terjadi: “America is a place where all things are possible.”

Jadi, dalam situasi yang berat tersebut, umat Islam sebaiknya tidak terlalu berharap serius pada seorang Obama. Kemenangan Obama adalah sebuah drama (tontonan) yang menarik. Ibarat obat sakit kepala, Obama bisa meringankan pusing sejenak. Nantinya, entahlah! Tentu, lebih menarik andaikan tontonan ini dilanjutkan ke babak berikutnya: Obama bin Hussein bertemu dengan Osama bin Ladin. Dua tokoh puncak dunia bertemu. Dunia mungkin akan segera damai. Pabrik senjata gulung tikar. Tentara AS pulang kandang. Ini memang mimpi. Tapi, bukankah kata Obama, di AS semua bisa terjadi dan AS juga dibangun oleh mimpi para pendirinya?

Maka, tidak ada salahnya, kita bermimpi di atas mimpi. Toh mimpi masih bebas pajak di negara Republik Indonesia. [Depok, 7 November 2008/www.hidayatullah.com]

Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan http://www.hidayatullah.com

Adam Malik, CIA, Tiga Serangkai dan Operasi Tas Hitam

Posted in Indonesia with tags , , , , , , , , , , on November 27, 2008 by indonesiaunderground

Adam Malik, CIA, Tiga Serangkai dan Operasi Tas Hitam

Nurul Hidayati – detikNews


Jakarta – Dari 800 lebih halaman di buku Membongkar Kegagalan CIA karya Tim Weiner, wartawan The New York Times yang pernah meraih Pulitzer, cerita soal Indonesia hanya makan 5 halaman saja, dimulai pada halaman 329. Meski sekelumit, namun pengakuan perwira CIA bahwa Adam Malik adalah agen CIA menggegerkan Tanah Air.

“Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik,” ujar Clyde McAvoy, perwira CIA itu, dalam sebuah wawancara pada tahun 2005. McAvoy bertemu dengan Adam Malik di sebuah tempat rahasia dan aman di Jakarta pada 1964.

“Dia adalah pejabat Indonesia tertinggi yang pernah kami rekrut,” tambah McAvoy.

Adam Malik dirinci lebih dalam lagi setelah itu. Disebutkan, dalam beberapa minggu yang menegangkan pada bulan Oktober 1965, Negara Indonesia terpecah dua.

Tim Weiner menulis, “CIA berusaha mengkonsolidasi sebuah pemerintah bayangan, sebuah kelompok tiga serangkai yang terdiri atas Adam Malik, Sultan yang memerintah di Jawa Tengah, dan perwira tinggi angkatan darat berpangkat mayor jenderal bernama Suharto.

“Malik memanfaatkan hubungan dengan CIA untuk mengadakan serangkaian pertemuan rahasia dengan Duta Besar Amerika yang baru di Indonesia, Marshall Green. Sang Duta Besar mengatakan bahwa dia bertemu dengan Adam Malik “di sebuah lokasi rahasia” dan mendapatkan “gambaran yang sangat jelas tentang apa yang dipikirkan Soeharto dan apa yang dipikirkan Malik serta apa yang mereka usulkan untuk dilakukan” buat membebaskan Indonesia dari komunisme melalui gerakan politik baru yang mereka pimpin, yang disebut Kap-Gestapu.
……..

Tim Weiner juga menulis, “Pada pertengahan bulan Oktober 1965, Malik mengirimkan seorang pembantunya ke kediaman perwira politik senior kedutaan, Bob Martens, yang pernah bertugas di Moskow ketika Malik juga bertugas di sana sebagai diplomat Indonesia. Martens menyerahkan kepada utusan Malik itu sebuah daftar yang tidak bersifat rahasia, yang berisi nama 67 pemimpin PKI, sebuah daftar yang telah dia rangkum dari kliping-kliping surat kabar komunis.”

Pada bagian lain disebutkan juga bahwa Duta Besar Green, McGeorge Bundy (Penasihat Keamanan Nasional) dan Bill Bundy (Asisten Menlu untuk Timur Jauh), melihat Suharto dan Kap-Gestapu layak mendapat bantuan AS. Namun Duta Besar Green mengingatkan bahwa bantuan itu tidak boleh berasal dari Pentagon atau Deplu. Program bantuan itu tidak akan bisa dirahasiakan; risiko politisnya sangat besar. Akhirnya disepakati bahwa uang itu harus ditangani oleh CIA.

Mereka sepakat untuk mendukung militer Indonesia dalam bentuk bantuan obat-obatan senilai US$ 500.000 yang akan dikirimkan melalui CIA dengan pengertian bahwa angkatan darat akan menjual obat-obatan tersebut untuk mendapatkan uang tunai.

Dubes Green, setelah berunding dengan Hugh Tovar, mengirimkan pesan telegram kepada Bill Bundy, yang merekomendasikan pembayaran uang dalam jumlah yang cukup besar kepada Adam Malik:

“Ini untuk menegaskan persetujuan saya sebelumnya bahwa kita menyediakan uang tunai sebesar Rp 50 juta (sekitar $ 10 ribu) buat Malik untuk membiayai semua kegiatan gerakan Kap-Gestapu. Kelompok aksi yang beranggotakan warga sipil tetapi dibentuk oleh militer masih memikul kesulitan yang diakibatkan oleh semua upaya represif yang sedang berlangsung…

Kesediaan kita untuk membantu dia dengan cara ini, menurut saya , akan membuat Malik berpikir bahwa kita setuju dengan peran yang dimainkannya dalam sebuah kegiatan anti-PKI, dan akan memajukan hubungan kerja sama yang baik antara dia dan angkatan darat.

Kemungkinan terdeteksinya atau terungkapnya dukungan kita dalam hal ini sangatlah kecil, sebagaimana setiap operasi “tas hitam” yang telah kita lakukan.”

Tim Weiner juga menulis, “Sebuah gelombang besar kerusuhan mulai meningkat di Indonesia. Jenderal Suharto dan gerakan Kap-Gestapu telah membunuh begitu banyak orang. Dubes Green kemudian memberi tahu Wapres Hubert H Humprey dalam sebuah pembicaraan di kantor wakil presiden di Gedung Capitol bahwa “300.000 sampai 400.000 orang telah dibantai” dalam “sebuah pertumpahan darah besar-besaran”.

Wakil Presiden menyebutkan bahwa dia telah mengenal Adam Malik selama bertahun-tahun, dan Dubes memujinya sebagai “salah satu orang terpintar yang pernah dia temui.” Malik dilantik sebagai menteri luar negeri, dan dia diundang untuk berbincang-bincang selama 20 menit dengan Presiden Amerika di Oval Office. Mereka menghabiskan waktu berbincang-bincang tentang Vietnam.

Pada akhir pembicaraan mereka, Lydon Johnson mengatakan bahwa dia memiliki perhatian amat besar tentang perkembangan di Indonesia dan dia mengirimkan salam hangatnya untuk Malik dan Suharto. Dengan dukungan AS, Malik kemudian terpilih menjadi ketua Sidang Umum PBB.” (nrl/anw)

Sumber : detiknews.com

Adam Malik Agen CIA?

Posted in Indonesia with tags , , , , , , , , on November 27, 2008 by indonesiaunderground

Sumber : http://www.eramuslim.com

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh,

Pak Rizki, menurut Tim Weiner dalam buku ‘Legacy of Ashes: The History of CIA’ (2007) disebutkan jika Adam Malik itu seorang agen CIA. Isu ini sekarang tengah dibahas di mana-mana. Menurut Bapak bagaimana? Mohon pencerahannya… Terima kasih.

Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

AM

Wa’alaykumusalam warahmatullahi wabarakatuh

Isu itu sebenarnya bukan isu yang baru. Pertengahan tahun 1980-an isu ini juga pernah beredar, walau di kalangan terbatas. Dari pihak keluarga Adam Malik, Antarini Malik, sudah mengklarifikasi bahwa hal tersebut tidak benar. Antarini yang merupakan anak dari Adam Malik ini bahkan menuding Tim Weiner sebagai Jurnalis kacangan (Yellow Journalist) di AS yang suka dengan berita-berita sensasional. Dalam hal ini, memang sangat disayangkan jika paparan Weiner tersebut hanya berasal dari satu orang, yakni dari seorang agen CIA yang ditugaskan di Jakarta dari tahun 1964-1966 bernama Clyde McAvoy.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, Tim Weiner bukanlah jurnalis kemarin sore. Dia sudah 20 tahun mendalami soal CIA dan terbang ke berbagai negara untuk menelusuri fakta yang ditemukan. Bahkan setelah mendapat hadiah Pulitzer, dia sekarang mendapat proyek untuk menulis buku tentang FBI.

Kedua, adanya orang atau pejabat Indonesia yang menjadi agen CIA bukanlah isapan jempol. Bahkan sampai detik ini saya yakin ada agen-agen CIA (termasuk agen IMF) yang berada di lingkaran pusat kekuasaan, terutama di sektor ekonomi. Ekonomi negeri ini sejak masa Orde barunya Suharto kan dirancang di Swiss di tahun 1967, antara para Mafia Berkeley dengan tokoh-tokoh Zionis-Yahudi. Diakui atau tidak, orang-orang yang menjual negara ini di Swiss, dan juga orang yang menugaskan mereka, adalah pelayan kepentingan AS, mungkin tanpa harus menjadi agen CIA, namun jelas telah bekerja melayani tuan yang sama dengan tuannya CIA.

Lalu, selain agen CIA, di negeri ini juga ada agen Zionis. Siapa tokohnya? Mudah kok. Akhir Mei lalu, ada seorang tokoh negeri ini yang pergi ke AS untuk menerima Medal of Varlor dari para pemuka Zionis di AS. Orang-orang liberal, walau mungkin mereka tidak menyadari atau mengakuinya, juga bekerja untuk kepentingan Amerika.

Soal apakah Adam Malik itu agen CIA atau bukan, pernah direkrut CIA atau tidak, maka hal ini harus ditelusuri lagi. Karena dunia intelijen adalah dunia abu-abu. Siapa memanfaatkan siapa, tidak pernah jelas. Orang yang direkrut pun tidak harus tahu dirinya sedang dimanfaatkan oleh dinas intelijen. Bisa jadi, Mc Avoy memang mengklaim merekrut Adam Malik, tanpa sepengetahuan Adam Malik itu sendiri. Ini mungkin saja terjadi.

Salah seorang Indonesia yang pernah direkrut secara terbuka  menjadi agen CIA adalah Anton Ngenget, adik dari Reymond Ngenget, karib dari Sayuti Melik, Sjahrir, dan Amir Syarifudin. Hebatnya, Anton bekerja untuk tiga pihak sekaligus: RI, CIA, dan KGB. Rekan sejawatnya di CIA adalah Stapleton Roy, mantan Dubes AS untuk Indonesia. Dalam wawancaranya dengan Tim Tabloid DeTAK, Anton memaparkan jika orang Indonesia yang menjadi agen CIA di akhir tahun 1950-an adalah Kolonel Suwarto yang menjabat sebagai Komandan SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di mana Suharto setelah dipecat dari Pangdam Diponegoro ‘ditendang’ ke sana.

Manai Sophiaan, mantan Duta Besar RI untuk Moscow dan ayahanda dari (alm) Sophan Sophiaan, kepada DeTAK juga menyatakan jika Kolonel Suwarto-lah yang pertama kali merekrut Suharto bekerja buat agen CIA.

Nah, kita semua tahu jika tiga pekan setelah peristiwa penembakan terhadap sejumlah jenderal AD pada dini hari 1 Oktober 1965, Angkatan Darat di bawah perintah Suharto melakukan pembantaian terhadap lebih dari setengah juta rakyat Indonesia di Jawa dan Bali yang dituduh sebagai simpatisan komunis. CIA dan dinas intelijen Inggris terlibat dalam prahara politik di negeri ini sejak tahun 1950 hingga 1967. Dokumen CIA sendiri telah menyatakan hal ini (Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Soekarno dan Konspirasi G30S 1965; Hasta Mira: 2002).

Dimana peran Adam Malik dalam tahun-tahun ini? Kathy Kadane, lawyer dan wartawati State News Service AS, dalam artikelnya yang dimuat di Herald Journal, South Carolina (19/5/1990) dan juga sejumlah media internasional termasuk Washington Post (21/5/1990) dan Boston Globe (23/5/1990), menyatakan jika CIA lewat Staf Bagian Politik AS di Jakarta bernama Edward Masters telah menyusun sekurangnya 5.000 daftar nama anggota dan tokoh PKI. Daftar nama ini diserahkan kepada Kim Adhyatman, orang dekat Adam Malik. Oleh Kim, dokumen dari CIA itu diserahkan kepada Adam Malik, yang kemudian diserahkan kepada Jenderal Suharto. Kim sendiri dalam wawancaranya dengan Tempo (6/10/1990) mengakui menerima daftar itu dan menyerahkan kepada Adam Malik.  Oleh Suharto, daftar itu dijadikan salah satu sandaran bagi upaya pembersihan (baca: pembantaian) orang-orang yang dianggap komunis.

Berkat kerjasama yang baik dengan Suharto-lah, Adam Malik kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden. Wallahu’alam bishawab.

Wassalamu’alaykum warahmatulahi wabarakatuh.